Cibodas Botanical Garden (Kebun Raya Cibodas)

Kebun Raya Cibodas (Cibodas Botanical Garden), is located in a residential of Mount Forest Gede Pangrango (Hutan Gunung Gede Pangrango), Desa Cimacan Pacet, Cianjur. The field topographical are bumpy and hilly with height is 1.275 m above a sea level. The air temperature is between 17 to 27 Celcius degrees (17 °C-27 °C).

The Cibodas Botanical Garden was established in 1852 by the botanist and curator Johannes Elias Teijsmann as an extension of the Bogor Botanic Garden on location in the slopes of Gunung Gede. The rainfall is 2380 mm per year and the avarage temperature is 18 Celcius degrees (18°C), this Botanical Garden specialized for collections of plants wet tropical upland such as various conifers (tumbuhan runjung) and ferns (paku-pakuan).

Another information :

Cibodas Botanical Garden contains beautiful mountain scenery with impressive views across the Cipanas valley of West Java. The Garden covers about 125 ha of undulating topography, with large grassy expanses, rocky coniferous areas, and valleys filled with tree ferns and waterfalls. Cibodas Botanic Garden is a popular recreational center for the Greater Jakarta area as well as a research station for students and scientists studying tropical montane flora. The Garden is located ± 45 km southeast of Bogor, or ± 100 km southeast of Jakarta.

Collections

The Garden currently maintains a collection of 5831 living specimens from 1206 species. Among the most prominent collections of the Cibodas Botanic Garden are the floral gardens, cacti and succulents, bamboo, palms, conifers, Euphorbia and Myrtaceae collections. Native Indonesian plants worth seeing include the orchids, the fern collection, the Indonesian oak and chestnut, and the Javanese Rhododendron.

Facilities

There are many facilities are available in Cibodas, start from the spacious parking lot for accommodate dozens of four-wheeled vehicles abd busses, the space of information which equipped for Wana Wisata Cibodas documentation, a children’s playground, mosque or mushola, public toilets, shelter, marquee, outdoor theaters and camping ground 3 acres which can accommodate 200 tents.

Image

(Period of time : June 17th 2011. Waterfall, Cibodas)

Comments

My opinion about that place (Cibodas Botanical Garden) is one of amazing tourist spots. Why? Because it has beautiful scenery such as the waterfall, a lot of trees which is very high, flowers, and I can find some monkeys there. I love the way to go to the waterfall, it was difficult joerney because at first I must walk and I had to climb the road  and then go down which is very steep, so we must have energy enough and if we were not we would get tired. The weather is cold so if you’re not tolerance cold, you must bring sweater or jacket. The water at waterfall is also cold but fresh and clear and there are many stones there. If you want to go swimming or bathing, you must bring another clothes because the waterfall has a heavy flow. The visitors are also can find a small stall along the trip to go to the waterfall. The stalls sell some snacks like beverage, pop noodle, chikie etc.

In short, Cibodas Botanical Garden is a tourist spot which is everyone should go there especially people who live in Java Island because the place is not too far. That place can be reached by car, bus or even motorcycle. But, it is not impossible people in outside Java Island couldn’t come there. Dont forget to bring camera, handycam or camera cellphone to monumentalize or take some pictures because everything about what you see is something beautiful. So let’s make Cibodas Botanical Garden in the list of your vacation!.

 

Source :

http://id.wikipedia.org/wiki/Kebun_Raya_Cibodas

http://javatourism.com/index.php?Page=551

Berita

Kemenag persilakan swasta bangun pemondokan di Makkah

Minggu, 21 Oktober 2012 11:51 WIB | Dilihat 204 Kali

 Image

Kementerian Agama RI. (FOTO.ANTARA News/ ferly)

Jeddah (ANTARA News) – Kementeri Agama (Kemenag) mempersilakan jika ada pihak swasta yang berminat bekerja sama dengan swasta di Arab Saudi untuk membangun pemondokan bagi jamaah haji Indonesia di Makkah.

“Pemerintah tidak memiliki cukup uang untuk membangun pemondokan tersebut, di samping kita pernah ditegur Kerajaan Saudi tentang rencana tersebut,” kata Sekjen Kementerian Agama Bahrul Hayat di Jeddah, Minggu.

Bahrul Hayat menjelaskan, Kemenag dahulu pernah punya rencana berpartisipasi bangun pemondokan di sekitar Masjidil Harram dengan harapan setiap tahun tidak perlu lagi mencari-cari pemondokan untuk jamaah Indonesia.

Saat itu momentumnya digunakan seiring dengan rencana pemerintah Kerajaan Saudi yang memperluas Masjidil Harram dan meremajakan bangunan dan hotel di sekitarnya.

Ternyata rencana tersebut mendapat teguran dari Pemerintah Kerajaan Saudi di samping Pemerintah RI juga tidak memiliki uang untuk mendanainya.

“Kita juga membutuhkan `payung hukum` untuk menggunakan dana dalam negeri untuk investasi di luar,” kata Bahrul, sementara Dana Abadi Umat yang terkumpul dari kegiatan haji juga tidak mencukupi untuk membangun sekitar 300-400 pemondokan di Makkah.

Karena itu, dia mempersilakan jika ada sektor swasta di tanah air yang berminat atau mampu menembus ijin pembangunan bersama mitra swastanya di Saudi.

Bahrul menjelaskan hingga saat ini masalah perizinan menjadi kendala utama di samping kepemilikan modal untuk investasi membangun pemondokan.

“Izinnya hingga saat ini sulit keluar,” katanya. Hal itu terkait dengan bisnis dan keberpihakan kerajaan pada orang lokal Saudi.

Dia memberi contoh, Pemerintah Indonesia berencana membeli rumah untuk kantor Tehnik Urusan Haji (TUH) di Jeddah hingga kini tidak diizinkan sementara masa kontrak kantor yang ada saat ini akan berakhir.

Sebelumnya, DPR mendorong pemerintah untuk turut membangun apartemen dengan pihak swasta di sekitar Masjidil Haram untuk mengatasi masalah pemondokan di setiap musim haji.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Jazuli Juwaini di Jeddah, Sabtu, mengatakan jarak mungkin tidak menjadi kendala jika pemondokan tersebut dekat dengan monorel atau akses tranportasi lainnya.

Dijelaskannya bahwa mungkin Pemerintah RI sulit bekerja sama dengan Pemerintah Kerajaan Saudi karena satu dan lain hal tetapi kerja sama bisa dijalin dengan swasta (perorangan) yang memiliki lahan di sekitar Masjidil Harram.
(E007)

Berita (News)

Hari Keempat Jokowi

Jokowi-Ahok Tulari PNS Datang On Time Pukul 07.30 WIB

 Image

Jakarta Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) dan Wagub DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyebarkan ‘virus’ baru di Balai Kota: ngantor tepat waktu pukul 07.30 WIB. Tradisi ini menular ke para PNS DKI untuk Jakarta datang on time.

“Kalau internal, ada peningkatan disiplin seperti datang tepat waktu 07.30 WIB,” ujar Ruki Cita, salah satu pegawai Pemprov DKI di Balaikota, Jl Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Jumat (19/10/2012). Dia ditanya tentang perubahan yang terjadi di bawah kepemimpinan Jokowi-Ahok.

Menurut Ruki, dari dulu peraturan PNS DKI masuk pukul 07.30 WIB-16.00 WIB. PNS menggunakan absen sidik jari. Jika ada PNS yang datang dan pulang tidak sesuai waktunya, maka uang tunjangan kinerja daerah akan dipotong. Bahkan jika kelakuan tersebut dilakukan selama 3 hari, maka PNS juga akan menerima teguran selain dipotong uang kinerja daerah.

Nah, Ruki tidak mengetahui jika ada PNS yang pulang kerja sebelum waktunya.

“Tapi yang pasti tunjangan kinerja daerah dipotong. Sebenarnya kebijakan ini sudah lama ada sejak zaman Pak Fauzi Bowo. Telat semenit saja kita dipotong melalui akumulasi sebulan. Kalau akumulasi lebih dari 3 hari bisa ditegur selain dipotong kinerja daerahnya,” bebernya.

Begitu juga dengan PNS DKI yang bermain di sela-sela kerjanya. Menurut Ruki, setiap dinas, pekerjaan PNS berbeda-beda.

“Ada saja sih yang main game pas jam kerja. Tapi kadang-kadang kan kerjaan itu nggak semua sama di setiap dinas. Ada yang kerjanya sibuk, ada juga yang langsung selesai. Memang ya bagusnya dicari solusi serta job desk yang jelas,” kata pria yang baru 2 tahun berdinas di Balaikota DKI ini.

Selain datang tepat waktu, Ruki juga senang PNS DKI bisa langsung bertemu Jokowi dan Ahok. “Perubahan paling besar, itu ya mereka bisa langsung kayak wartawan langsung bisa bertemu gubernur. Masyarakat bisa langsung ketemu,” tutur Ruki.

(nik/nrl)

Source : http://news.detik.com/read/2012/10/19/144216/2067219/10/jokowi-ahok-tulari-pns-datang-on-time-pukul-0730-wib

PARIWISATA

I.                   DEFINISI PARIWISATA

Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai manfaat terhadap masyarakat setempat dan sekitarnya. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya.Pariwisata mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat bahkan bagi Negara sekalipun,manfaat pariwisata dapat dilihat dari berbagai aspek/segi yaitu manfaat pariwisata dari segi ekonomi,social budaya,lingkungan hidup,nilai pergaulan& ilmu pengetahuan,peluang & kesempatan kerja. 

Definisi tentang pariwisata yang berkembang di dunia sangat beragam, multidimensi, dan sangat terkait dengan latar belakang keilmuan pencetusnya. Pada dasarnya, definisi-definisi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu yang melihat pariwisata dari sisi demand saja, sisi supply saja, dan yang sudah menggabungkan sisi demand dan supply.

Kategori pertama merupakan definisi pariwisata yang didekati dari sisi wisatawan, sangat kental dengan dimensi spasial (tempat dan jarak). Kategori kedua merupakan definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang pariwisata dari dimensi akademis dan sosial budaya.

1.     DIMENSI SPASIAL

Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi spasial merupakan definisi yang berkembang lebih awal dibandingkan definisi-definisi lainnya (Gartner, 1996: 4). Dimensi ini menekankan definisi pariwisata pada pergerakan wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan atau tempat kerjanya untuk waktu yang sementara, seperti yang dikemukakan oleh Airey pada tahun 1981 (Smith and French, 1994: 3):

“Tourism is the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, and their activities during their stay at these destinations”.

 

Definisi pariwisata yang dikemukan oleh World Tourism Organization (WTO) pun memfokuskan pada sisi demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan dimensi waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatawan, yaitu tidak lebih dari satu tahun berturut-turut.

“Tourism comprises the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited”. (www.world-tourism.org diunduh tanggal 17 Agustus 2010)

Definisi WTO di atas juga menekankan pada tujuan perjalanan yang dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang tidak terkait dengan kegiatan mencari uang di tempat yang dikunjunginya.

Beberapa definisi lain juga menetapkan nilai-nilai tertentu untuk jarak tempuh dan lama perjalanan, yang biasanya dikembangkan untuk memudahkan perhitungan statistik pariwisata:

–        Committee of Statistical Experts of the League Nations (1937) menetapkan waktu paling sedikit 24 jam bagi perjalanan yang dikategorikan perjalanan wisata. (Gartner, 1996: 5)

–        The United States National Tourism Resources Review Commission (1973) menetapkan jarak paling sedikit 50 mil untuk perjalanan wisata. (ibid)

–     United States Census Bureau (1989) menetapkan angka 100 mil untuk perjalanan yang dikategorikan sebagai perjalanan wisata. (ibid)

–      Canada mensyaratkan jarak 25 mil untuk mengategorikan perjalanan wisata. (ibid)

–      Biro Pusat Statistik Indonesia menetapkan angka lama perjalanan tidak lebih dari 6  bulan dan jarak tempuh paling sedikit 100 km untuk perjalanan wisata. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003: I-6)

Definisi pariwisata dari dimensi spasial ini di Indonesia didefinisikan sebagai kegiatan wisata, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.

 

2.     DIMENSI INDUSTRI/BISNIS

Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai industri/bisnis. Buku-buku yang membahas tentang definisi pariwisata dari dimensi ini merupakan buku dengan topik bahasan manajemen atau pemasaran.

Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa untuk memfasilitasi perjalanan wisata.

Smith, 1988 (Seaton and Bennett 1996: 4) mendefinisikan pariwisata sebagai kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.

“..the aggregate of all businesses that directly provide goods or services to facilitate business, pleasure, and leisure activities away from the home environment”.

Sementara itu, Craig-Smith and French (1994: 2) mendefinisikan pariwisata sebagai keterkaitan antara barang dan jasa yang dikombinasikan untuk menghasilkan pengalaman berwisata.

 “..a series of interrelated goods and services which combined make up the travel experience”.

Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis inilah yang di dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 didefinisikan sebagai pariwisata, yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.

3.     DIMENSI AKADEMIS

Dimensi akademis, mendefinisikan pariwisata secara lebih luas, tidak hanya melihat salah satu sisi (supply atau demand), tetapi melihat keduanya sebagai dua aspek yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Pariwisata dari dimensi ini didefinisikan sebagai studi yang mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkungannya, juga termasuk industri yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan, lebih jauh lagi dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun industri terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat. Definisi tersebut dikemukakan oleh Jafar Jafari, 1977 (Gartner, 1996: 7).

“Tourism is a study of man away from his usual habitat, of the industry which responds to his needs and of the impacts that both he and the industry have on the host sosiocultural, economic and physical environment”.

Definisi Jafar Jafari ini mengeliminasi dimensi spasial sebagai faktor pembatas perjalanan wisata. Definisi tersebut menyatakan bahwa begitu seseorang melakukan perjalanan meninggalkan lingkungannya (tempat tinggal, tempat kerja), dia sudah dinyatakan melakukan perjalanan wisata.

4.     DIMENSI SOSIAL BUDAYA

Definisi pariwisata dari dimensi sosial budaya menitikberatkan perhatian pada: 1) upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and Wall, 1982 (Gunn, 2002: 9) berikut ini:

 “Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs”.

            Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Chadwick, 1994 (ibid) sebagai berikut:

“…identified three main concepts: the movement of people; a sector of the economy or industry; and a broad system of interacting relationship of people, their needs, and services that respond to these needs”.

2) interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya, seperti yang dikemukakan oleh Leiper, 1981 (Gartner, 1996: 6) yang mendefinisikan pariwisata sebagai

“an open system of five elements interacting with broader environments; the human element; tourists; three geographical elements: generating region, transit route, and destination region; and an economic element, the tourist industry. The five are arranged in functional and spatial connection, interacting with physical, technological, social, cultural, economic, and political factors. The dynamic element comprises persons undertaking travel which is to some extent, leisure-based and which involves a temporary stay away from home of at least one night”.

Definisi lain yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hunziker, 1951 (French, Craig-Smith, Collier, 1995: 3), yang mendefinisikan pariwisata sebagai berikut

“.. the sum of the phenomena and relationship arising from the travel and stay of non-residents, in so far as the do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity”.

3) kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan oleh MacCannell, 1992 (Herbert, 1995: 1) berikut ini

“Tourism is not just an aggregate of merely commercial activities; it is also an ideological framing of history, nature and tradition; a framing that has the power to reshape culture and nature to its own needs”.

Definisi pariwisata dari dimensi akademis dan dimensi sosial budaya yang memandang pariwisata secara lebih luas, di Indonesia dikenal dengan istilah kepariwisataan (UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesame wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.

MANFAAT PARIWISATA DARI BERBAGAI SEGI

II.                MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI EKONOMI

Manfaat pariwisata dari segi ekonomi adalah pariwisata menghasilakan devisa yang besar bagi Negara sehingga meningkatkan perekonomian negara.Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta dollar AS (Santosa, 2001). Pada tahun 2002 dan 2003, meskipun mengalami tragedi Kuta (Bom Bali), nilai devisa juga masih tetap tinggi, yaitu US$ 4.496 Milyard tahun 2002 dan US$ 4.307 Milyard tahun 2003.

 

Kontribusi pariwisata menunjukkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1985 penukaran valuta asing senilai 95,105 juta dollar AS. Angka ini mengalami kenaikan, menjadi 456,105 juta dollar AS pada tahun 1990, dan pada tahun1997 (sesaat sebelum krismon) menjadi 1.380,454 juta dollar AS. Selanjutnya, karena nilai tukar dollar yang melonjak, penukaran valuta asing hanya mencapai nilai 865,078 juta dollar AS pada tahun 2000.

 

Erawan (1999) menemukan bahwa pada tahun1998, dampak pengeluaran wisatawan terhadap pendapatan masyarakat mencapai 45,3%, sedangkan dampak dari investasi di sektor pariwisata adalah 6,3%. Ini berarti bahwa secara keseluruhan, industri pariwisata menyumbang sebesar 51,6% terhadap pendapatan masyarakat Bali. Dilihat dari kesempatan kerja, pada tahun 1998 sebesar 38,0% dari seluruh kesempatan kerja yang ada di Bali dikontribusikan untuk pariwisata.Erawan lebih lanjut mengatakan bahwa dampak pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian di Bali terdistribusikan ke berbagai sektor, bukan saja hotel dan restoran. Distribusi juga terserap ke sektor pertanian (17,93%), sektor industri dan kerajinan (22,73%), sektor pengangkutan dan komunikasi (12,62%), sektor jasa-jasa (12,59%), dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan data mengenai distribusi pengeluaran wisatawan. Data menunjukkan bahwa selama di Bali, pengeluaran wisatawan yang terserap ke dalam ‘perekonomian rakyat’ cukup tinggi. Selain menghasilkan devisa pariwisata juga memberikan dampak ekonomi secara langsung bagi masyarakat sekitar,seperti contohnya adalah tiket masuk suatu kawasan obyek wisata. 

III.MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI BUDAYA

Manfaat lain yang muncul dari industri pariwisata ini antara lain dapat terlihat pula dari segi budaya. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata maka akan membawa pemahaman dan pengertian antar budaya melalui interaksi pengunjung wisata (turis) dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan menghargai budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut.

 

Bali merupakan salah satu contoh nyata daerah wisata yang berkembang amat pesat di Indonesia. Banyaknya turis-turis yang berkunjung ke Bali, baik turis domestik maupun internasional telah membawa dampak yang cukup besar bagi perkembangan daerah itu sendiri. Sedangkan dari segi sosial budaya, Bali merupakan sarana yang tepat bagi pengenalan dan promosi kebudayaan Indonesia kepada dunia internasional. 

IV. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI LINGKUNGAN HIDUP

Pariwisata juga  mendatangkan manfaat bagi lingkungan hidup karena sebuah objek wisata apabila ingin banyak mendapatkan kunjungan dari wisataan haruslah terjaga kebersiahannya sehingga kita menjadi terbiasa untuk merawat dan menjaga lingkungan kita agar selalu terjaga kebersihannya.Pembangunan pariwisata tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian hutan, karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang bisa dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya serta untuk keperluan persawahan. 

V. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI NILAI PERGAULAN DAN ILMU PENGETAHUAN

Manfaat pariwisata yang  kita dapat dari segi nilai pergaulan adalah kita menjadi lebih banyak mempunyai teman dari berbagai Negara dan kita bisa mengetahui kebiasaan orang yang dari masing-masing Negara tersebut sehingga kita bisa mempelajari bagaimana kebiasaan yang baik di masing-masing nagara.Selain itu kita juga mendapat manfaat ilmu pengetahuan dari pariwisata karena dengan mempelajari pariwisata kita juga bisa tahu dimana letak dan keunggualn sebuah objek wisata sehingga kita bisa mempelajari  mengapa sebuah objek wisata tersebut bisa maju dan bisa menerapkan di daerah objek wisata daerah kita yang belum berkembang dengan baik.

VI. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI PELUANG DAN KESEMPATAN KERJA

Pariwisata juga menciptakan kesempatan kerja.Sarana-sarana pariwisata seperti hotel dan perjalanan adalah usaha yang ”padat karya”.Menurut perbandingan jauh lebih banyak untuk hotel dan restoran daripada untuk usaha-usaha lainnya.Untuk setiap tempat tidur dibutuhkan kira-kira 2 corang tenaga.Di Amerika Serikat untuk  tempat tidur diperlukan 279 tenaga kerja.Sudah tentu angka itu berbeda-beda menurut negaranya .Di Indonesia untuk setiap kamar dibutuhkan kira-kira 2 orang tenga kerja. Itu semua mengenai tenga kerja yang langsung berhubungan dengan pariwisata.Di samping itu,pariwisata juga menciptakan menciptakan peluang kerja yang tidak berhubungan langsung dengan pariwisata.Yang terpenting  di bidang kontruksi bangunan dan jalan.Banyak bangunan yang didirikan untuk hotel,restoran,toko artshop,dll.Wisatawan-wistawan juga memerlukan makan dan minum,ini semua secara tidak langsung menciptakan lapangan kerja di bidang pertanian.Jadi, pariwisata mempunyai banyak manfaat dari segi peluang dan kesempatan kerja

 

Dari penjelasan-penjelasan tersebut, saya mencoba mengambil satu kesimpulan menurut saya tentang pariwisaya, yaitu:

Pengertian pariwisata itu sendiri adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang mencari kepuasaan, kesenangan, rasa ingin tahu akan tempat lain yang mereka kunjungi dengan waktu satu atau lebih dari satu hari. Pariwisata ini juga berkaitan dengan sosial budaya, ekonomi, lingkungan dan industri yang masing-masing memiliki manfaat adanya sistem pariwisata ini.

Sumber:

http://tentangpariwisata.blogspot.com/2010/12/definisi-pariwisata-berbagai-sudut.html

http://pariwisatadanteknologi.blogspot.com/2010/04/manfaat-pariwisata-dari-berbagai-segi.html

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK JURNALISTIK

 

A.    PENGERTIAN JURNALISTIK

Pada prinsipnya jurnalistik merupakan cara kerja media massa dalam mengelola dan menyajikan informasi kepada khalayak ramai, yang tujuannya adalah untuk menciptakan komunikasi yang efektif, dalam arti menyebarluaskan informasi yang diperlukan. Jurnalistik sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu “Diurna” dan dalam bahasa Inggris “Journal” yang berarti catatan harian.

Jurnalistik dalam KBBI (2003:326) adalah yang berkenaan dengan wartawan. Sedangkan seorang yang bergelut di bidang jurnalistik biasa disebut jurnalis atau wartawan. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang pers, bab I ketentuan umum pasal 1 poin 4 menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan wartawan adalah orang yang secara teratur melaksanakan kegiatan jurnalistik. Kegiatan jurnalis meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis saluran lainnya.

 

 

B.     PENGERTIAN KODE ETIK JURNALISTIK

Kode (Inggris: code, dan Latin: codex) adalah buku undang-undang kumpula sandi dan kata yang disepakati dalam lalu lintas telegrafi serta susunan prinsip hidup dalam masyarakat. Etik atau etika merupakan moral filosofi filsafat praktis dan ajaran kesusilaan. Menurut KBBI etika mengandung arti ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban. Moral adalah kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak; dan nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.

     Dengan demikian, kode etik jurnalistik adalah aturan tata susila kewartawanan dan juga norma tertulis yang mengatur sikap, tingkah laku, dan tata karma penertiban.

 

Kode Etik Jurnalistik

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.

Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab.

Kode Etik jurnalistik ialah ikrar yang bersumber pada hati nurani wartawam dalam melaksanakan kemerdekaan mengeluarkan pikiran yang dijamin sepenuhnya oleh pasal 28 UUD 1945, yang merupakan landasan konstitusi wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya.

Kemerdekaan mengeluarkan pikiran ialah hak paling mendasar yang dimiliki setiap insan wartawan, yang wajib di jungjung tingggi dan di hormati oleh semua pihak. sekalipun kemerdekaan mengeluarkan pikiran merupakan hak wartawan yang di jamin konstitusi, mengingat negara kesatuan republik Indonesia ialah negara berdasarkan hukum, maka setiap wartawan wajib menegakan hukum, keadilan dan kebenaran dalam menggunakan haknya untuk mengaluarkan pikiran.

Kode Etik

Pola aturan / tata cara, tanda, pedoman dalam melakukan kegiatan atau pekerjaan.

 

Kode Etik Profesi

Merupakan tata cara atau aturan yang menjadi standar kegiatan dalam suatu profesi.

Kode Etik Profesi menggambarkan nilai-nilai profesionalisme suatu profesi yang digambarkan dalam standar perilaku anggotanya.

 

C.    TANGGUNG JAWAB WARTAWAN

                    Kode etik jurnalistik adalah acuan moral yang mengatu tindak-tanduk seorang wartawan. Kode etik jurnalistik bisa berbeda dari satu organisasi ke organisasi lain, dari satu koran ke koran yang lain. Namun secara umum berisi hal-hal yang menjamin terpenuhinya tanggung jawab seorang wartawan kepada publik pembacanya.

 

          Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut:

1.     Tanggung jawab

tugas atau kewajiban seorang wartawan adalah mengabdikan diri kepada kesejahteraan umum dengan member masyarakat informasi yang memungkinkan masyarakat membuat penilaian terhadap sesuatu masalah yang mereka hadapi. Wartawan tak boleh menyalahgunakan kekuasaan untuk motif pribadi atau tujuan yang tak berdasar.

 

2.     Kebebasan

Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat adalah mili setiap anggota masyarakat (milik publik)  dan wartawan menjamin bahwa urusan public harus diselenggarakan secara public. Wartawan harus berjuang melawan siapa saja yang mengeksploitasi pers untuk keuntungan pribadi atau kelompok.

3.     Independensi

Wartawan harus mencegah terjadinya benturan kepentingan (conflict of interest) dalam dirinya. Dia tak boleh menerima apapun dari sumber berita atau terlibat dalam aktifitas yang bisa melemahkan integritasnya sebagai penyampai informasi atau kebenaran.

4.     Kebenaran

Wartawan adalah mata, telinga dan indera dari pembacanya. Dia harus senantiasa berjuang untuk memelihara kepercayaan pembaca dengan meyakinkan kepada mereka bahwa berita yang ditulisnya adalah akurat, berimbang dan bebas dari bias.

5.     Tak Memihak

Laporan berita dan opini harus secara jelas dipisahkan. Artikel opini harus secara jelas diidentifikasikan sebagai opini.

6.     Adil dan Fair

Wartawan harus menghormati hak-hak orang yang terlibat dalam berita yang ditulisnya serta mempertanggungjawabkan kepada public bahwa berita itu akurat serta fair. Orang yang dipojokkan oleh sesuatu fakta dalam berita harus diberi hak untuk menjawab.

 

 

 

D.    KODE ETIK JURNALISTIK

Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang disepakati organisasi wartawan dan ditetapkan oleh dewan pers. Kode etik jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia). Kode etik tersebut adalah sebagai berikut.

 

 

PEMBUKAAN

Bahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara Republik Indonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.
Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan pers yang bertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.
Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.

 

 

 

KODE ETIK JURNALISTIK
KODE ETIK AJI
(ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)

1.     Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

2.     Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.

3.     Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.

4.     Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.

5.     Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.

6.     Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.

7.     Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.

8.     Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.

9.     Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.

10.  Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.

11.  Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.

12.  Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.

13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.

14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.
Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.

15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.

16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.

17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.

18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.

 

Kode etik jurnalistik diperlukan karena membantu para wartawan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, baik atau buruk, dan bertanggung jawab atau tidak dalam proses kerja kewartawanan. Etika ditentukan dan dilaksanakan secara pribadi.. Secara sederhana, kaidah etika dirujuk dari kode etik (code of ethics) yang bersifat normative dan universal sebagai kewajiban moral yang harus dijalankan oleh institusi pers. Epitsemologi diwujudkan melalui langkah metodologis berdasarkan pedoman prilaku (code of conduct) yang bersifat praksis dan spesifik bagi setiap wartawan dalam lingkup lembaga persnya. Nilai dari kode etik bertumpu pada rasa malu dan bersalah (shamefully and guilty feeling) dari hati nurani. Karena itulah kode etik terkait dengan perkembangan dan pergeseran nilai masyarakat.

 

 

 

Fungsi Kode Etik menurut BIGGS dan Blocher

  • Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah / intervensi pemerintah.
  • Mencegah terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi.
  • Melindungi para praktisi dari kesalahan praktek suatu profesi.

 

Sumber :

http://wwwbeberucom.blogspot.com/2011/11/kode-etik-jurnalistik.html

http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2010/12/httpthiamanies-blogspot-com201012kode-etik-jurnalistik-html/

http://www.slideshare.net/boysinu/kode-etik-nurhanuddin-12040031

 

JURNALISTIK

Definisi Jurnalistik

Pengertian atau definisi jurnalistik sangat banyak. para tokoh komuniikasi atau tokoh jurnalistik mendefinisikan berbeda-beda. Jurnalistik secara harfiah, jurnalistik (journalistic) artinya kewartawanan atau hal-ihwal pemberitaan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day) atau “catatan harian” (diary). Dalam bahasa Belanda journalistiek artinya penyiaran catatan harian.

Jurnalistik secara etimologi, jurnalistik berasal dari dua suku kata, yakni jurnal dan istik. Jurnal berasal dari bahasa Perancis, jounal, yang berarti catatan harian. Dalam bahasa Latin, juga ada kata yang hampir sama bunyi dan upacannya dengan journal yakni diurna, yang mengandung arti hari ini. Pada zaman Kerajaan Romawi Kuno saat Julius Caesar berkuasa, dikenal istilah acta diurna yang mengandung makna rangkaian akta (gerakan, kegiatan, dan kejadian).
Kata istik merujuk pada istilah estetika yang berarti ilmu pengetahuan tentang keindahan. Dengan demikian, secara etimologis, jurnalistik dapat diartikan sebagai suatu karya seni dalam hal membuat catatan tentang peristiwa sehari-hari. Karya seni dimaksud memiliki nilai keindahan yang dapat menarik perhatian khalayaknya (pembaca, pendengar, pemirsa), sehingga dapat dinikmati dan dimanfaatkan untuk keperluan hidupnya.

Di dalam istilah jurnalistik juga terkandung makna sebagai suatu seni dan atau keterampilan mencari, mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan informasi dalam bentuk berita secara indah agar dapat diminati dan dinikmati, sehingga bermanfaat bagi segala kebutuhan pergaulan hidup khalayak.

Istilah jurnalistik erat kaitannya dengan istilah pers dan komunikasi massa. Jurnalistik adalah seperangkat atau suatu alat madia massa. Pengertian jurnalistik dari berbagai literature dapat dikaji definisi jurnalistik yang jumlahnya begitu banyak. Namun jurnalistik mempunyai fungsi sebagai pengelolaan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarannya kepada masyarakat mengenai apa saja yang terjadi di dunia. Apapun yang terjadi baik peristiwa factual (fact) atau pendapat seseorang (opini), untuk menjadi sebuah berita kepada khalayak

Berikut adalah beberapa definisi dari para tokoh tentang jurnalistik :

  1. Kejadian pencatatan dan atau pelaporan, serta penyebaran tentang kejadian sehari-hari (Astrid S. Susanto, 1986, Komunikasi Massa, Hal. 73).
  2. Onong Uchjana Effendy (1981: 102) menyatakan bahwa jurnalistik merupakan kegiatan pengolahan laporan harian yang menarik minat khalayak, mulai dari peliputan sampai penyebarluasannya kepada masyarakat.
  3. A.W. Widjaja (1986: 27) menyebutkan bahwa jurnalistik merupakan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan dengan cara menyiarkan berita ataupun ulasannya mengenai berbagai peristiwa atau kejadian sehari-hari yang aktual dan faktual dalam waktu secepat-cepatnya.
  4. Ensiklopedi Indonesia secara rinci menerangkan bahwa jurnalistik adalah bidang profesi yang mengusahakan penyajian informasi tengang kejadian dan atau kehidupan sehari-hari secara berkala, dengan menggunakan sarana-sarana penerbitan yang ada.
  5. Sumadiria juga menambahkan bahwa jurnalistik dalam Leksikon Komunikasi dirumuskan, jurnalistik adalah pekerjaan mengumpulkan, menulis, menyunting dan menyebarkan berita dan karangan utuk surat kabar, majalah, dan media massa lainnya seperti radio dan televisi.

Sejarah Jurnalistik

Awal mula lahirnya Jurnalistik dimulai sekitar 3000 tahun lalu. Terdapat konsep dasar jurnalistik yaitu, penyampaian berbagai pesan, berita dan informasi. konsep dasar tersebut berakar dari saat ketika itu Firaun, Amenhotep III, di Mesir mengirimkan ratusan pesan kepada para perwiranya yang tersebar di berbagai daerah provinsi untuk mengabarkan apa yang terjadi di pusat. Inilah yang menjadi dasar konsep jurnalistik, yaitu menyampaikan berbagi pesan, informasi, atau berita.

Di Roma, sekitar 2000 tahun lalu terbit Acta Diurna yang artinya “tindakan-tindakan harian” yang memuat tindakan senat, peraturan pemerintah, berita kelahiran, dan kematian, yang ditempel di tempat-tempat umum. Di Eropa selama abad pertengahan, siaran berita yang masih ditulis tangan di,imati oleh para pengusaha.

Pekembangan Jurnalistik

Perkembangan surat kabar semakin pesat setelah ditemukannya mesin cetak oleh Gutenberg. Tidak heran jika surat kabar pertama yang terbit secara teratur di Eropa di mulai di Jerman tahun 1609 bernama Aviso di Wolfenbuttel dan Relation di Strasbourg. Baru pada tahun 1650 terbit surat kabar harian pertama, Einkommende Zeitung di Leipzig Jerman.

Di Indonesia sendiri, sejarah jurnalistik sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Pada masa-masa sebelum kemerdekaan, jurnalistik malah dipakai sebagai media propaganda yang sangat efektif dan intelek. “Pertempuran” ide atau gagasan lebih leluasa disampaikan secara tertulis melalui media cetak.

Sejak tahun 1930-an sampai 1960-an muncul berbagai terbitan surat kabar dan majalah, seperti Pujangga Baru, Suara Umum, Pewarta Deli, Wasita, Mimbar Indonesia, Bintang Timur, Berita Indonesia, Sinar Harapan, Warta Bakti, Harian Rakyat, dan masih banyak lagi.

Sekarang, perkembangan dunia jurnalistik semakin maju dan modern. Surat kabar dan majalah bersaing dengan media elektronik, seperti televisi dan internet.

Media massa di Indonesia tumbuh dan berkembang secara unik, dibandingkan dengan negara lain, terutama bila dibandingkan dengan lahir dan tumbuhnya media massa di negara-negara barat dan AS. Media cetak di Indonesia lahir pada masa penjajahan Belandayaitu dengan terbitnya surat kabar Bataviase Nouvelles (1744). Koran ini tentu saja dijalankan oleh manajemen dan jurnalis Belanda. kemudian lahirlah pers “pribumi”, media cetak yang berkomunikasi dengan bahasa melayu atau bahasa daerah dan dipimpin oleh seorang pribumi. masuk dalam kategori ini adalah warta berita (1901) yang selain berbahasa melayu juga dicetak dalam bahasa latin. surat kabar lain yang lahir pada abad ke-19 meskipun telah dicetak dengan huruf latin dan berbahasa melayu tetapi umumnya masih di pimpim oleh orang-orang Belanda. Koran yang dipimpin oleh kaum pribumi ini merupakan cikal bakal “pers perjuangan” yaitu media cetak berbahasa Melayu yang menyiratkan cita-cita kemerdekaan dari penjajahan asing dalam kebijakan redaksionalnya.

Istilah pers perjuangan kembali populer setelah 17 Agustus 1945, yaitu Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, tetapi kemudian pihak Belanda (mencoba) menjajah kembali bangs Indonesia. Pada era 1945-1946, koran-koran yang membawakan suara bangsa Indonesia masih mendapat survive si tengah tekanan pihak Belanda. Wartawan Indonesia H. Rosiwan Anwar adalah contoh “sisa-sisa laskar panjang” yang mengalami sendiri masa-masa sulit itu.

Konsistensi pers cetak semakin terlihat pada perjalanan bangsa ini, mulai dari era demokrasi liberal (1950-1959), demokrasi terpimpin (1959-1965), demokrasi pancasila (1965-1998) dan kini, serta era reformasi (1998-sekarang).

Sumber :

http://for-mass.blogspot.com/2010/01/pengertian-jurnalistik.html

http://jurnalistikuinsgd.wordpress.com/2007/04/26/pengantar-ilmu-jurnalistik/

http://www.anneahira.com/sejarah-jurnalistik.htm

http://aky.ac.id/berita-125-sejarah-jurnalistik.html