I. DEFINISI PARIWISATA
Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai manfaat terhadap masyarakat setempat dan sekitarnya. Bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya.Pariwisata mempunyai banyak manfaat bagi masyarakat bahkan bagi Negara sekalipun,manfaat pariwisata dapat dilihat dari berbagai aspek/segi yaitu manfaat pariwisata dari segi ekonomi,social budaya,lingkungan hidup,nilai pergaulan& ilmu pengetahuan,peluang & kesempatan kerja.
Definisi tentang pariwisata yang berkembang di dunia sangat beragam, multidimensi, dan sangat terkait dengan latar belakang keilmuan pencetusnya. Pada dasarnya, definisi-definisi tersebut dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu yang melihat pariwisata dari sisi demand saja, sisi supply saja, dan yang sudah menggabungkan sisi demand dan supply.
Kategori pertama merupakan definisi pariwisata yang didekati dari sisi wisatawan, sangat kental dengan dimensi spasial (tempat dan jarak). Kategori kedua merupakan definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis, sedangkan kategori ketiga memandang pariwisata dari dimensi akademis dan sosial budaya.
1. DIMENSI SPASIAL
Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi spasial merupakan definisi yang berkembang lebih awal dibandingkan definisi-definisi lainnya (Gartner, 1996: 4). Dimensi ini menekankan definisi pariwisata pada pergerakan wisatawan ke suatu tempat yang jauh dari lingkungan tempat tinggal dan atau tempat kerjanya untuk waktu yang sementara, seperti yang dikemukakan oleh Airey pada tahun 1981 (Smith and French, 1994: 3):
“Tourism is the temporary short-term movement of people to destinations outside the places where they normally live and work, and their activities during their stay at these destinations”.
Definisi pariwisata yang dikemukan oleh World Tourism Organization (WTO) pun memfokuskan pada sisi demand dan dimensi spasial, dengan menetapkan dimensi waktu untuk perjalanan yang dilakukan wisatawan, yaitu tidak lebih dari satu tahun berturut-turut.
“Tourism comprises the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual environment for not more than one consecutive year for leisure, business and other purposes not related to the exercise of an activity remunerated from within the place visited”. (www.world-tourism.org diunduh tanggal 17 Agustus 2010)
Definisi WTO di atas juga menekankan pada tujuan perjalanan yang dilakukan, yaitu untuk leisure, bisnis, dan tujuan lain yang tidak terkait dengan kegiatan mencari uang di tempat yang dikunjunginya.
Beberapa definisi lain juga menetapkan nilai-nilai tertentu untuk jarak tempuh dan lama perjalanan, yang biasanya dikembangkan untuk memudahkan perhitungan statistik pariwisata:
– Committee of Statistical Experts of the League Nations (1937) menetapkan waktu paling sedikit 24 jam bagi perjalanan yang dikategorikan perjalanan wisata. (Gartner, 1996: 5)
– The United States National Tourism Resources Review Commission (1973) menetapkan jarak paling sedikit 50 mil untuk perjalanan wisata. (ibid)
– United States Census Bureau (1989) menetapkan angka 100 mil untuk perjalanan yang dikategorikan sebagai perjalanan wisata. (ibid)
– Canada mensyaratkan jarak 25 mil untuk mengategorikan perjalanan wisata. (ibid)
– Biro Pusat Statistik Indonesia menetapkan angka lama perjalanan tidak lebih dari 6 bulan dan jarak tempuh paling sedikit 100 km untuk perjalanan wisata. (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2003: I-6)
Definisi pariwisata dari dimensi spasial ini di Indonesia didefinisikan sebagai kegiatan wisata, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 pasal 1, yaitu kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.
2. DIMENSI INDUSTRI/BISNIS
Dari sisi supply, pariwisata lebih banyak dilihat sebagai industri/bisnis. Buku-buku yang membahas tentang definisi pariwisata dari dimensi ini merupakan buku dengan topik bahasan manajemen atau pemasaran.
Definisi pariwisata yang dipandang dari dimensi industri/bisnis memfokuskan pada keterkaitan antara barang dan jasa untuk memfasilitasi perjalanan wisata.
Smith, 1988 (Seaton and Bennett 1996: 4) mendefinisikan pariwisata sebagai kumpulan usaha yang menyediakan barang dan jasa untuk memfasilitasi kegiatan bisnis, bersenang-senang, dan memanfaatkan waktu luang yang dilakukan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya.
“..the aggregate of all businesses that directly provide goods or services to facilitate business, pleasure, and leisure activities away from the home environment”.
Sementara itu, Craig-Smith and French (1994: 2) mendefinisikan pariwisata sebagai keterkaitan antara barang dan jasa yang dikombinasikan untuk menghasilkan pengalaman berwisata.
“..a series of interrelated goods and services which combined make up the travel experience”.
Definisi pariwisata sebagai industri/bisnis inilah yang di dalam Undang-Undang Kepariwisataan No. 10 tahun 2009 didefinisikan sebagai pariwisata, yaitu berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah.
3. DIMENSI AKADEMIS
Dimensi akademis, mendefinisikan pariwisata secara lebih luas, tidak hanya melihat salah satu sisi (supply atau demand), tetapi melihat keduanya sebagai dua aspek yang saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Pariwisata dari dimensi ini didefinisikan sebagai studi yang mempelajari perjalanan manusia keluar dari lingkungannya, juga termasuk industri yang merespon kebutuhan manusia yang melakukan perjalanan, lebih jauh lagi dampak yang ditimbulkan oleh pelaku perjalanan maupun industri terhadap lingkungan sosial budaya, ekonomi, maupun lingkungan fisik setempat. Definisi tersebut dikemukakan oleh Jafar Jafari, 1977 (Gartner, 1996: 7).
“Tourism is a study of man away from his usual habitat, of the industry which responds to his needs and of the impacts that both he and the industry have on the host sosiocultural, economic and physical environment”.
Definisi Jafar Jafari ini mengeliminasi dimensi spasial sebagai faktor pembatas perjalanan wisata. Definisi tersebut menyatakan bahwa begitu seseorang melakukan perjalanan meninggalkan lingkungannya (tempat tinggal, tempat kerja), dia sudah dinyatakan melakukan perjalanan wisata.
4. DIMENSI SOSIAL BUDAYA
Definisi pariwisata dari dimensi sosial budaya menitikberatkan perhatian pada: 1) upaya memenuhi kebutuhan wisatawan dengan berbagai karakteristiknya, seperti definisi yang dikemukakan oleh Mathieson and Wall, 1982 (Gunn, 2002: 9) berikut ini:
“Tourism is the temporary movement of people to destinations outside their normal places of work and residence, the activities undertaken during their stay in those destinations, and the facilities created to cater to their needs”.
Definisi lainnya juga dikemukakan oleh Chadwick, 1994 (ibid) sebagai berikut:
“…identified three main concepts: the movement of people; a sector of the economy or industry; and a broad system of interacting relationship of people, their needs, and services that respond to these needs”.
2) interaksi antara elemen lingkungan fisik, ekonomi, dan sosial budaya, seperti yang dikemukakan oleh Leiper, 1981 (Gartner, 1996: 6) yang mendefinisikan pariwisata sebagai
“an open system of five elements interacting with broader environments; the human element; tourists; three geographical elements: generating region, transit route, and destination region; and an economic element, the tourist industry. The five are arranged in functional and spatial connection, interacting with physical, technological, social, cultural, economic, and political factors. The dynamic element comprises persons undertaking travel which is to some extent, leisure-based and which involves a temporary stay away from home of at least one night”.
Definisi lain yang lebih sederhana dikemukakan oleh Hunziker, 1951 (French, Craig-Smith, Collier, 1995: 3), yang mendefinisikan pariwisata sebagai berikut
“.. the sum of the phenomena and relationship arising from the travel and stay of non-residents, in so far as the do not lead to permanent residence and are not connected with any earning activity”.
3) kerangka sejarah dan budaya, seperti yang dikemukakan oleh MacCannell, 1992 (Herbert, 1995: 1) berikut ini
“Tourism is not just an aggregate of merely commercial activities; it is also an ideological framing of history, nature and tradition; a framing that has the power to reshape culture and nature to its own needs”.
Definisi pariwisata dari dimensi akademis dan dimensi sosial budaya yang memandang pariwisata secara lebih luas, di Indonesia dikenal dengan istilah kepariwisataan (UU No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan), yaitu keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan negara serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesame wisatawan, pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha.
MANFAAT PARIWISATA DARI BERBAGAI SEGI
II. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI EKONOMI
Manfaat pariwisata dari segi ekonomi adalah pariwisata menghasilakan devisa yang besar bagi Negara sehingga meningkatkan perekonomian negara.Devisa yang diterima secara berturut-turut pada tahun 1996, 1997, 1998, 1999, dan 2000 adalah sebesar 6,307.69; 5,321.46; 4,331.09; 4,710.22; dan 5,748.80 juta dollar AS (Santosa, 2001). Pada tahun 2002 dan 2003, meskipun mengalami tragedi Kuta (Bom Bali), nilai devisa juga masih tetap tinggi, yaitu US$ 4.496 Milyard tahun 2002 dan US$ 4.307 Milyard tahun 2003.
Kontribusi pariwisata menunjukkan trend yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1985 penukaran valuta asing senilai 95,105 juta dollar AS. Angka ini mengalami kenaikan, menjadi 456,105 juta dollar AS pada tahun 1990, dan pada tahun1997 (sesaat sebelum krismon) menjadi 1.380,454 juta dollar AS. Selanjutnya, karena nilai tukar dollar yang melonjak, penukaran valuta asing hanya mencapai nilai 865,078 juta dollar AS pada tahun 2000.
Erawan (1999) menemukan bahwa pada tahun1998, dampak pengeluaran wisatawan terhadap pendapatan masyarakat mencapai 45,3%, sedangkan dampak dari investasi di sektor pariwisata adalah 6,3%. Ini berarti bahwa secara keseluruhan, industri pariwisata menyumbang sebesar 51,6% terhadap pendapatan masyarakat Bali. Dilihat dari kesempatan kerja, pada tahun 1998 sebesar 38,0% dari seluruh kesempatan kerja yang ada di Bali dikontribusikan untuk pariwisata.Erawan lebih lanjut mengatakan bahwa dampak pengeluaran wisatawan terhadap perekonomian di Bali terdistribusikan ke berbagai sektor, bukan saja hotel dan restoran. Distribusi juga terserap ke sektor pertanian (17,93%), sektor industri dan kerajinan (22,73%), sektor pengangkutan dan komunikasi (12,62%), sektor jasa-jasa (12,59%), dan sebagainya. Hal ini sejalan dengan data mengenai distribusi pengeluaran wisatawan. Data menunjukkan bahwa selama di Bali, pengeluaran wisatawan yang terserap ke dalam ‘perekonomian rakyat’ cukup tinggi. Selain menghasilkan devisa pariwisata juga memberikan dampak ekonomi secara langsung bagi masyarakat sekitar,seperti contohnya adalah tiket masuk suatu kawasan obyek wisata.
III.MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI BUDAYA
Manfaat lain yang muncul dari industri pariwisata ini antara lain dapat terlihat pula dari segi budaya. Dengan pesatnya perkembangan industri pariwisata maka akan membawa pemahaman dan pengertian antar budaya melalui interaksi pengunjung wisata (turis) dengan masyarakat lokal tempat daerah wisata tersebut berada. Dari interaksi inilah para wisatawan dapat mengenal dan menghargai budaya masyarakat setempat dan juga memahami latar belakang kebudayaan lokal yang dianut oleh masyarakat tersebut.
Bali merupakan salah satu contoh nyata daerah wisata yang berkembang amat pesat di Indonesia. Banyaknya turis-turis yang berkunjung ke Bali, baik turis domestik maupun internasional telah membawa dampak yang cukup besar bagi perkembangan daerah itu sendiri. Sedangkan dari segi sosial budaya, Bali merupakan sarana yang tepat bagi pengenalan dan promosi kebudayaan Indonesia kepada dunia internasional.
IV. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI LINGKUNGAN HIDUP
Pariwisata juga mendatangkan manfaat bagi lingkungan hidup karena sebuah objek wisata apabila ingin banyak mendapatkan kunjungan dari wisataan haruslah terjaga kebersiahannya sehingga kita menjadi terbiasa untuk merawat dan menjaga lingkungan kita agar selalu terjaga kebersihannya.Pembangunan pariwisata tidak mengakibatkan dampak-dampak negatif terhadap lingkungan dan penurunan kualitas tanah atau lahan pertaninan baik lahan perladangan maupun persawahan. Kelestarian hutannya masih tetap terjaga dengan baik. Masyarakat secara bersama-sama dan sepakat untuk melestarikan hutannnya dan tanpa harus ketergantungan terhadap hutan tersebut. Pada dasarnya masyarakat lokal telah sadar terhadap perlunya pelestarian hutan, karena kawasan hutan yang dimaksud merupakan daerah resapan air yang bisa dipergunakan untuk kepentingan hidupnya maupun mahluk hidup yang lainnya serta untuk keperluan persawahan.
V. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI NILAI PERGAULAN DAN ILMU PENGETAHUAN
Manfaat pariwisata yang kita dapat dari segi nilai pergaulan adalah kita menjadi lebih banyak mempunyai teman dari berbagai Negara dan kita bisa mengetahui kebiasaan orang yang dari masing-masing Negara tersebut sehingga kita bisa mempelajari bagaimana kebiasaan yang baik di masing-masing nagara.Selain itu kita juga mendapat manfaat ilmu pengetahuan dari pariwisata karena dengan mempelajari pariwisata kita juga bisa tahu dimana letak dan keunggualn sebuah objek wisata sehingga kita bisa mempelajari mengapa sebuah objek wisata tersebut bisa maju dan bisa menerapkan di daerah objek wisata daerah kita yang belum berkembang dengan baik.
VI. MANFAAT PARIWISATA DARI SEGI PELUANG DAN KESEMPATAN KERJA
Pariwisata juga menciptakan kesempatan kerja.Sarana-sarana pariwisata seperti hotel dan perjalanan adalah usaha yang ”padat karya”.Menurut perbandingan jauh lebih banyak untuk hotel dan restoran daripada untuk usaha-usaha lainnya.Untuk setiap tempat tidur dibutuhkan kira-kira 2 corang tenaga.Di Amerika Serikat untuk tempat tidur diperlukan 279 tenaga kerja.Sudah tentu angka itu berbeda-beda menurut negaranya .Di Indonesia untuk setiap kamar dibutuhkan kira-kira 2 orang tenga kerja. Itu semua mengenai tenga kerja yang langsung berhubungan dengan pariwisata.Di samping itu,pariwisata juga menciptakan menciptakan peluang kerja yang tidak berhubungan langsung dengan pariwisata.Yang terpenting di bidang kontruksi bangunan dan jalan.Banyak bangunan yang didirikan untuk hotel,restoran,toko artshop,dll.Wisatawan-wistawan juga memerlukan makan dan minum,ini semua secara tidak langsung menciptakan lapangan kerja di bidang pertanian.Jadi, pariwisata mempunyai banyak manfaat dari segi peluang dan kesempatan kerja
Dari penjelasan-penjelasan tersebut, saya mencoba mengambil satu kesimpulan menurut saya tentang pariwisaya, yaitu:
Pengertian pariwisata itu sendiri adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang yang mencari kepuasaan, kesenangan, rasa ingin tahu akan tempat lain yang mereka kunjungi dengan waktu satu atau lebih dari satu hari. Pariwisata ini juga berkaitan dengan sosial budaya, ekonomi, lingkungan dan industri yang masing-masing memiliki manfaat adanya sistem pariwisata ini.
Sumber:
http://tentangpariwisata.blogspot.com/2010/12/definisi-pariwisata-berbagai-sudut.html
http://pariwisatadanteknologi.blogspot.com/2010/04/manfaat-pariwisata-dari-berbagai-segi.html